Belenggu
Cinta Masa Kelahiran Lampau
Ketika Master Miaofa
membawaku menginap di sebuah vihara selama beberapa hari, Bhiksuni ketua vihara
menceritakan kepada kami tentang kisah dua sramaneri yang menetap di viharanya.
Dua sramaneri ini
memiliki rupa yang wibawa, baru berusia 20 sekian tahun saja, sebelum
meninggalkan keduniwian, mereka merupakan sarjana lulusan sebuah universitas, bahkan
sudah meraih gelar Master (S2).
Setelah meninggalkan
keduniawian, baik dalam hal membaca sutra, melakukan kebaktian pertobatan,
memukul alat kebaktian, melantunkan gatha, seluruh peraturan besar dan kecil,
mereka sangat berbakat dan berprestasi, bahkan sebagian besar “Surangama Sutra”
juga sanggup dihafalnya. Mereka ini merupakan figur utama dalam kelompok sramaneri.
Namun malangnya ada
satu hal yang sempat terabaikan dalam didikan dari Bhiksuni ketua kepada mereka
berdua, yakni “LGBT”.
Saya akan memulai
kisah mereka berdua dengan mengumpamakan nama mereka sebagai Sramaneri A dan Sramaneri
B. Saat permulaan mereka berdua sangat akrab, siapapun takkan meninggalkan
pasangannya, saking kompaknya hingga tidur pun harus bersama. Saat berbaris
juga harus berdiri bersama.
Saat berbaris
memasuki ruang kebaktian juga harus satu di depan satu di belakang, tak pernah
terpisahkan. Saat memasuki ruang meditasi, ruang makan, juga harus duduk
bersama. Sampai-sampai ke kamar belakang, juga harus berduaan.
Saat permulaan tidak
ada orang yang begitu menghiraukan kelakuan pasangan tersebut, namun lama
kelamaan mereka jadi topik pembicaraan hangat dan rekan-rekan mulai
memperhatikan perilaku kedua insan itu.
Kemudian, oleh
karena ketua vihara mengutus si A keluar menangani sebuah urusan, si B
ribut-ribut minta diperbolehkan ikut serta, sehingga mengundang kecurigaan
berlebihan. Hal ini membawa pengaruh buruk bagi penghuni vihara yang sedang
melatih jalan kesucian.
Meskipun mereka
tidak mengatakannya keluar, namun di dalam hati mereka senantiasa memperhatikan
gerak-gerik pasangan tersebut, justru tidak menemukan pelanggaran yang
dilakukan kedua insan tersebut.
Akhirnya ketua
vihara memutuskan mengambil tindakan tegas, beberapa kali menasehati mereka,
bahkan sampai-sampai melontarkan kritikan pedas, barulah si B mulai menjauhi si
A.
Tetapi siapa yang
bakal menduga, justru dengan demikian malah memperburuk situasi. Si A tidak
bisa menerima sikap si B yang menjauhi dirinya, akhirnya kedua orang ini
terlibat dalam perseteruan, meskipun tidak berani bertengkar dengan suara
keras, tetapi sikap permusuhan kedua orang ini jelas-jelas tampak keluar.
Si A tidak
memperbolehkan si B meninggalkan dirinya meskipun cuma selangkah saja, sikapnya
tampak seolah-olah seorang ibunda yang tidak mengijinkan anaknya meninggalkan
dirinya.
Menurut pengakuan
kedua orang ini, gejolak asmara ini sudah muncul saat pertama kali mereka
bersua, jadi boleh dikatakan “jatuh cinta pada pandangan pertama”. Yang
mengherankan adalah sejak pertama mereka berkenalan, sudah tidak pernah
terpisahkan.
Kemudian ketika
mereka berdua kuliah dan tinggal di asrama, mereka juga begitu berjodoh,
sampai-sampai tidur di tempat tidur bertingkat, satu di atas satu di bawah.
Si A berkata :
“Asalkan dia tidak berada dalam cakupan penglihatan-ku, maka hatiku jadi begitu
tidak tenteram, saya juga tahu bahwa hal ini tidak normal, tetapi saya tidak
mampu mengendalikan perasaanku ini”.
Ketua vihara
berharap Master Miaofa dapat membantu menyelesaikan kasus ini. Setelah
mendiamkan diri sesaat kemudian Master Miaofa berkata : “Mereka berdua pada
tiga masa kelahiran lampau adalah ibu dan anak, ibunda sangat menyayangi si
anak dan si anak sangat berbakti pada ibundanya, jalinan kasih ini begitu
mendalamnya.
Kelahiran berikutnya
mereka menjadi sepasang suami istri, jalinan kasih mereka kian mendalam, bagaikan
cat juga bagaikan perekat, saling mencintai sampai akhir hayat.
Oleh karena nafsu
indria yang berat, akhirnya kelahiran berikutnya mereka menjadi sepasang Burung
Layang-layang, siang malam tak terpisahkan. Burung Layang-layang membangun
sarang mereka di sebatang pohon besar di dalam halaman vihara, maka itu setiap
hari mereka ikut mendengar ceramah Dharma, akhirnya kelahiran sekarang mereka
berdua terlahir jadi wanita, cerdas dan memiliki daya ingat yang tajam, lalu berduaan
meninggalkan duniawi dan menjadi anggota Sangha.
Baik-baiklah melatih
diri, pada masa kelahiran ini dapat membebaskan diri dari roda samsara.
Andaikata masih juga tidak sudi melepaskan hati yang hanyut dalam belenggu
cinta selama kelahiran demi kelahiran, maka setelah meninggal dunia akan jatuh
ke Neraka, bila ingin belajar Buddha Dharma kembali adalah hal yang sulit.
Atas permintaan
ketua vihara, Master Miaofa memberi ceramah panjang lebar kepada Sramaneri A
dan Sramaneri B, setelah memahami jalinan jodoh masa kehidupan lampau mereka,
saat itu juga mereka bertekad akan melepaskan ikatan belenggu tersebut, menuju
ke ruang kebaktian melakukan pertobatan.
Dipetik dari :
“Catatan Sebab Akibat Masa Kini Bagian 2”
妙法老和尚帶著我在某大道場掛單期間,該院的尼眾住持向老和尚講述她們這兒有兩個沙彌尼,相貌莊嚴,20出頭的年紀,出家前同是某大學的畢業生,都有碩士學位。發心出家後,誦經拜懺、敲打念唱、四大威儀,樣樣出色,大部頭的《楞嚴經》都背下來了。她們應當是尼眾當中的佼佼者。然而卻有一個令住持調教不過來的毛病——「同性戀」。
我把她們稱作女尼甲和女尼乙吧。起初是兩個人誰也離不開誰,睡覺倆人要挨著(通鋪),站隊要站在一起,進殿早晚課也要一前一後,禪堂打坐、齋堂用齋都要坐在一起,這麼說吧,就是去洗手間,倆人都不分離,起初大家誰也不注意,時間久了,大眾中便開始議論和注意上了。因為,就是住持派其中一個去辦事,另一個也一定跟著,不讓去就鬧情緒,這一發現問題不要緊,卻影響到道場內所有尼眾的清淨。雖然大眾嘴裏不說,可心裏隨時都在注意著她倆,倒也沒有發現她倆真的有不軌行為。在住持找她倆多次談話、甚至批評後,女尼乙開始疏遠女尼甲了。誰知這一下倒壞了,女尼甲不能忍受乙的疏遠,倆人之間出了爭執,雖然不敢大聲吵架,可倆人常常急得面紅耳赤。吵歸吵,甲仍然不許乙離開半步,就好像母親呵護剛會走路的孩子一樣。據她倆說,她們的這種情感從中學剛認識時就開始了,可以說是「一見鍾情」。說來也怪,從認識就再也沒有分開過。到了大學開始住校,倆人是上下鋪,可常常是倆人睡在一個鋪上。女尼甲對住持說:「她只要不在我的視線之內,我心裏就忐忑不安,我也覺得這不正常,可是無法控制自己的心。」 住持希望妙法老和尚能幫助解決這個難題。老和尚沉默一刻後說:「她們倆前三生是母子,母慈子孝,恩愛至深。再一生成為夫妻,關係更加親密,如漆似膠,廝守一生。因為淫心重,來生墮為一對燕子,朝夕不離。這對燕子把窩建在了一個寺院內的大樹上,所以天天都能聽經聞法,今生才能同轉為女身,聰明強記,又一同出家修道來了。好好修行,今生就可以了生脫死。如果多生以來溺於情愛的心還不能放下,來生會墮地獄,再想接觸佛法就難了。
老和尚應住持的請求,又特地為女尼甲乙作過一次長談,當她們明白彼此因緣後,當即發願要放下,去大殿求懺悔去了。
—— 摘錄自《現代因果實錄》(第二部)