Friday 9 October 2020

Persoalan Sutra Bakti Seorang Anak

 

 



Persoalan Sutra Bakti Seorang Anak

 

“Sutra Bakti Seorang Anak” ada dua versi yakni “Fo Shuo Fu Mu En Zhong Nan Bao Jing” (palsu) dan “Fo Shuo Fu Mu En Nan Bao Jing” (asli).

 

Versi palsu dijiplak dan diubah dari versi yang asli, oleh seorang pengikut ajaran Konfusius di Tiongkok (dengan mencatut nama Master Kumarajiva). Versi asli-nya diterjemahkan oleh Master An Shi-gao.


Bahaya dari Sutra Palsu

 

Ada orang yang berkata, pokoknya yang diajarkan di dalamnya adalah ajaran bakti, mengajarkan orang berbuat baik, jadi asli dan palsu tidak perlu dipermasalahkan bukan?

 

Master Lianchi menjelaskannya sebagai berikut : Yang pertama, bagi orang yang tidak meyakini Ajaran Buddha, ketika melihat sutra palsu, akan menfitnah : “Lihatlah ternyata beginilah ajaran yang dibabarkan oleh Buddha, sungguh tidak masuk akal, sutra lainnya tidak usah dilihat lagi, sudah bisa dibayangkan!”.

 

Padahal Tripitaka merupakan mustika Dharma tertinggi tiada taranya, gara-gara satu sutra palsu, sehingga orang jadi salah paham terhadap seluruh isi Tripitaka.

 

Yang kedua, bagi yang telah meyakini Ajaran Buddha, setelah membaca sutra palsu jadi timbul keraguan.

 

Inilah bahaya yang ditimbulkan sutra palsu.

 

Seorang siswa Buddha yang telah mengambil Visudhi Trisarana, hendaknya mengenali dengan jelas betapa berharganya mustika Dharma, manalah boleh karena melihat sutra palsu mirip dengan yang asli, juga mengajarkan kebajikan, maka membantu menyebarluaskan, apalagi sampai menceramahkan-nya?

 

Perbandingan

 

Dari kedua versi “Sutra Bakti Seorang Anak”, ada beberapa poin yang dapat dijadikan perbandingan antara sutra asli dan sutra palsu, antara lain :

 

Bagaimana barulah dapat membalas budi kebajikan Ayahbunda? Sutra palsu menyebutkan : “Jika ingin membalas budi, maka demi Ayahbunda salinlah sutra ini, demi Ayahbunda bacalah sutra ini, demi Ayahbunda bertobatlah, demi Ayahbunda memberi persembahan kepada Tri Ratna, demi Ayahbunda bervegetarian, demi Ayahbunda berdana menimbun berkah, kalau bisa bertindak sedemikian rupa, barulah disebut anak berbakti; kalau tidak bertindak sedemikian rupa, maka disebut penghuni  Neraka.”

 

Kemudian juga terdapat kalimat : “Jika ingin membalas budi, maka demi Ayahbunda perbanyaklah sutra ini. Memperbanyak satu gulungan dapat bertemu satu Buddha; dapat memperbanyak 10 gulungan maka bertemu 10 Buddha; dapat memperbanyak 100 gulungan maka bertemu 100 Buddha; dapat memperbanyak seribu gulungan maka bertemu seribu Buddha, dapat memperbanyak 10 ribu gulungan maka bertemu 10 ribu Buddha. Orang-orang bajik ini, oleh karena kekuatan dari memperbanyak sutra sehingga dilindungi para Buddha, Ayahbunda-nya naik ke Surga.”

 

Bila disimpulkan, maksud dari sutra palsu adalah Ayahbunda sudah berkorban demi putra-putrinya, budi ini sangat besar, lalu putra-putri demi membalas budi Ayahbunda, cuma perlu melakukan hal sebagai berikut : menyalin dan membaca sutra palsu, mewakili Ayahbunda bertobat, memberi persembahan pada Tri Ratna, bervegetarian dan berdana.

 

Selanjutnya kita lihat bagaimana kalimat yang tercantum di dalam Sutra asli? Naskah sutra asli lebih ringkas dan efisien, panjangnya hanya setengah halaman saja. Kedua sutra ini sekilas tampak mirip dan tidak berbeda.

 

Sutra asli menekankan sebagai putra-putri hendaknya menasehati Ayahbunda supaya meyakini Tri Ratna, mengamalkan sila dan berdana, mengembangkan kebijaksanaan Ayahbunda.

 

Perbedaan yang sangat jelas, Sutra asli menuntun manusia memasuki Jalan Pembebasan, sutra palsu mengandung ancaman dan dusta

 

Oleh karena bagaimana pun putra-putri dalam kehidupan keseharian menjaga Ayahbunda-nya, juga tak berdaya membantu Ayahbunda membebaskan diri dari lingkaran tumimbal lahir, jika Ayahbunda tidak meyakini Tri Ratna, tidak tahu mengamalkan sila, sangat dimungkinkan kelak jatuh ke alam penderitaan. Maka itu, hendaknya menasehati Ayahbunda mengambil Visudhi Trisarana dan belajar Buddha Dharma, barulah merupakan hal yang pokok.

 

Meskipun sutra palsu ada membahas tentang melatih diri guna membantu Ayahbunda, namun menekankan putra-putri yang melatih diri, berharap dengan meminjam bantuan pelatihan diri putra-putri, guna membantu Ayahbunda, tidak serupa dengan sutra asli yang menekankan pada putra-putri harus menasehati Ayahbunda-nya supaya mengambil Visudhi Trisarana, tekun melatih diri, jadi Ayahbunda harus melatih diri sendiri guna menuntaskan masalah sendiri.

 

Jadi tampak jelas, penulis sutra palsu masih kurang memahami kebenaran yang tercantum di dalam Buddha Dharma, lagi pula sutra palsu terus menerus menekankan untuk memperbanyak sutra, padahal memperbanyak sutra palsu justru menciptakan dosa yang berat, dari mana datangnya jasa kebajikan?

 

Dapat dilihat, meskipun sutra palsu mencatut nama sutra Buddha, sedikit banyak juga menjiplak sutra asli, mengutip sana sedikit sini sedikit, lalu dirangkaikan jadi satu, tetapi intinya tetap saja berisikan konsep pemikiran Konfusianisme, hanya menekankan pada budi kebajikan Ayahbunda, putra-putri harus balas budi, namun melupakan hal yang paling penting dalam Buddha Dharma, yakni menasehati Ayahbunda supaya mengambil Visudhi Trisarana, menasehati Ayahbunda supaya mengamalkan sila dan berdana, menasehati Ayahbunda supaya belajar Buddha Dharma dan melatih diri!

 

Oleh karena bagi aliran luar, tidak menaruh minat sama sekali terhadap Visudhi Trisarana. Bagi sebagian orang justru lebih menaruh perhatian pada sutra palsu yang isinya lebih panjang dan mengharukan, malah mengabaikan sutra asli yang singkat dan ringkas.

 

Sesungguhnya mereka tidak mengamati lebih seksama bahwasannya sutra palsu hanya memandang Ajaran Buddha sebagai Dharma duniawi yang cuma menasehati manusia melakukan kebajikan saja, tidak tahu membedakan dengan jelas Buddha Dharma dan aliran luar, mengabaikan bahwa Hukum Sebab Akibat adalah perbuatan sendiri ditanggung sendiri, setiap makhluk hanya setelah tercerahkan barulah terbebas dari samsara dan mencapai KeBuddhaan. Mengabaikan mutiara asli, jatuh ke jalan sesat, sungguh patut disayangkan, betapa bahayanya!

 

Menurut para Guru Sesepuh dan praktisi senior, cara untuk membedakan sutra asli dan sutra palsu adalah dengan memperbanyak membaca sutra Buddha yang asli, sehingga dapat mengenali letak perbedaan sutra asli dan sutra palsu.

 

Disadur dari naskah Mandarin :

深度解析伪佛经《佛说父母恩重难报经》及其危害

https://xiyuee.blogspot.com/2020/10/blog-post_19.html